Image and video hosting by TinyPic

Selasa, 27 Agustus 2013

Tips Memilih Pasangan Hidup

bismillahirrahmanirrahim
Menikah mengandung tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, memilih pasangan hidup juga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan. Rasulullah SAW telah memberikan teladan dan petunjuk tentang cara memilih pasangan hidup yang tepat dan islami. Insya Allah tips-tips berikut ini akan dapat bermanfaat.
A. Beberapa kriteria memilih calon istri
  1. Beragama islam (muslimah). Ini adalah syarat yang utama dan pertama.
  2. Memiliki akhlak yang baik. Wanita yang berakhlak baik insya Allah akan mampu menjadi ibu dan istri yang baik.
  3. Memiliki dasar pendidikan Islam yang  baik. Wanita yang memiliki dasar pendidikan Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi wanita sholihah yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
  4. Memiliki sifat penyayang. Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki banyak sifat kebaikan.
  5. Sehat secara fisik. Wanita yang sehat akan mampu memikul beban rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang baik.
  6. Dianjurkan memiliki kemampuan melahirkan anak. Anak adalah generasi penerus yang penting bagi masa depan umat. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW menganjurkan agar memilih wanita yang mampu melahirkan banyak anak.
  7. Sebaiknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara keluarga yang baru terbentuk dari permasalahan lain.
B. Beberapa kriteria memilih calon suami
  1. Beragama Islam (muslim). Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
  2. Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
  3. Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
  4. Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.
Sebagai catatan tambahan, dianjurkan memilih calon pasangan hidup yang jauh dari silsilah kekerabatan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keturunan dari penyakit-penyakit menular atau cacat bawaan kekerabatannya. Selain itu juga dapat memperluas pertalian kekeluargaan dan ukhuwah islamiyah.
Semoga kita semua dibimbing oleh Allah SWT dalam berikhtiar mendapatkan pasangan hidup yang terbaik dan diridhoi-Nya serta dapat ikut serta menemani kita ke surga dunia dan akhirat. Amin.
KUNJUNGI JUGA FACEBOOK KAMI:
https://www.facebook.com/pages/Ridhoi-Aku-Ya-Allah/362405727189084?ref=hl
https://www.facebook.com/musliminmuslimatpemalang
https://www.facebook.com/pages/Kumpulan-Informasi-Ada-Di-Sini/205673016111757
https://www.facebook.com/pages/IMAM-Mahasin-ADLI/123809717704852 

BOM BUNUH DIRI KESURGA ATAU NERAKA?


Pertanyaan:
 Pak profesor yang saya hormati, saya mau tanya, telah banyak kita saksikan aksi-aksi teror dengan modus yang kita kenal dengan bom bunuh diri di berbagai negara termasuk Indonesia. Pelakunya orang Islam dan sasarannya biasanya non Islam. Kebingungan saya, apakah tindakan tersebut dapat dibenarkan dalam arti pelakunya mati syahid atau sekedar aksi bunuh diri yang sangat dicela Islam? Bagaimana pandangan Islam sendiri tentang fenomena tersebut? 
Abdurrahman, Nganjuk 



Jawaban:
Saudara Abdurrahman yang terhormat. Secara garis besar, terdapat dua pendapat ulama dalam masalah melakukan aksi bom manusia dalam peperangan melawan musuh kafir, seperti yang terjadi di Palestina, sebagian membolehkan dan sebagian lainnya mengharamkan. Ulama masa kini yang membolehkan seperti Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili (Dekan Fakultas Syariah Universitas Damaskus), Prof. Dr. Wahbah Az- Zuhaili (Ketua Jurusan Fiqih dan Ushul Fiqih Fakultas Syariah Universitas Damaskus), Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi (Ketua Jurusan Teologi dan Perbandingan Agama Fakultas Syariah Universitas Damaskus), Syaikh Muhammad Sayyed Tanthawi (Syaikhul Azhar), Syaikh Muhammad Mutawalli Sya'rawi (ulama Mesir), Dr. Yusuf AI- Qaradhawi (Ulama Qatar), dll.
Al-Qadah dalam kitabnya Al-Mughamarat bin An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi AI-Islam telah menyebutkan sekitar 20 dalil syara' yang mendasari bolehnya melakukan aksi bom manusia, yang dihimpunnya dari pendapat-pendapat ulama yang membolehkan aksi bom manusia ini.
Diantaranya adalah: Surat an-Nisa' ayat 74, yang artinya: "Karena itu hendaklah orang- orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan Maka kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar."
Wajhud dalalah dari ayat ini menurut Al-Qadah, adalah bahwa Allah SWT menyamakan pahala orang yang gugur dengan pahala orang yang mampu mengalahkan musuh· Karena membela agama Allah. Dan orang yang melakukan aksi bom manusia, dalam hal ini termasuk dalam kategori orang yang gugur di jalan Allah tadi, bukan termasuk orang yang bunuh diri. Sebab andai kata termasuk orang yang bunuh diri, Allah tidak akan memberikan pahala besar baginya, tetapi malah akan memasukkannya ke dalam neraka, seperti keterangan dalam hadits-hadits Nabi SAW.
Surat al-Baqarah ayat 195 yang artinya: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."
Ayat ini tidak melarang aktivitas perang di jalan Allah yang dapat membuat diri sendiri terbunuh. Atau dengan kata lain, membolehkan aktivitas perang semacam itu. Dan aksi bom manusia termasuk aktivitas perang yang dapat membuat pelakunya terbunuh. Pemahaman ini didasarkan pada penjelasan shahabat Abu Ayyub AI-Anshari yang mengoreksi pemahaman yang salah terhadap ayat terse but, yang dipahamisebagai larangan mengorbankan diri dalam peperangan, pada hal sababun nuzul dari ayat tersebut adalah karena kaum anshar merasa sudah saatnya meninggalkan perang dan mengurus harta benda, sebagaimana yang dipaparkan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya.
Al-Qadah menyimpulkan, bahwa dengan demikian, ayat ini menunjukkan bolehnya mempertaruhkan nyawa dalam peperangan, meskipun yakin akan terbunuh. Aksi bom manusia termasuk jenis aktivitas seperti ini.
Hadits Nabi SAW sebagaimana riwayat Imam Muslim berikut: Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah pernah pada Perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang dari kaum Quraisy. Ketika musuh mendekati Nabi SAW, beliau bersabda: "Barang siapa bisa menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surga, atau ia bersamaku di surga". Kemudian satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Musuh mendekat lagi dan rasulullah bersabda lagi, {Barang siapa bisa menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surga, atau ia bersamaku di surga". Kemudian satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Dan hal ini terus berlangsung sampai ketujuh orang Anshar tersebut terbunuh. (HR. Muslim)
Perkataan Nabi SAW, {Barang siapa bisa menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surga" adalah sebuah isyarat bahwa mereka akan terbunuh di jalan Allah, dan dalam hal ini kematian hampir dapat dipastikan. Peristiwa ini menunjukkan bolehnya mengorbankan diri sendiri seperti halnya akasi bom manusia dengan keyakinan akan mati di jalan Allah.
Namun demikian sebagian ulama' seperti Nashiruddin Al-Albani dan Syaikh Shaleh AI-Utsaimin dan Haiah Kibarul Ulama' mengharamkan aksi bom manusia. Berikut pendapat mereka dan dalil-dalilnya:
Syaikh Nashiruddin AI-Albani ketika ditanya hukum aksi bom manusia, beliau menjawab, bahwa aksi bom manusia dibenarkan dengan syarat adanya pemerintahan Islam yang berlandaskan hukum Islam, dan seorang tentara harus bertindak berdasarkan perintah pimpinan perang (amirul jaisy) yang ditunjuk khalifah. Jika tidak ada pemerintahan Islam di bawah pimpinan khalifah, maka aksi bom manusia tidak sah dan termasuk bunuh diri.
Syaikh Shaleh AI-Utsaimin ketika ditanya mengenai seseorang yang memasang bom dibadannya lalu meledakkan dirinya di tengah kerumunan orang kafir untuk melemahkan mereka, beliau menjawab, bahwa tindakan itu adalah bunuh diri. Pelakunya akan diazab dalam neraka Jahannam dengan cara yang sama yang digunakan untuk bunuh diri di dunia, secara kekal abadi. Beliau berdalil dengan firman Allah SWT, yang melarang bunuh diri: {{Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu'~ (QS. An-Nisa': 29) Beliau juga berdalil dengan had its- had its Nabi SAW yang melarang bunuh diri, seperti hadits Nabi SAW: {Barang siapa yang mencekik lehernya, ia akan mencekik lehernya sendiri di neraka. Dan baraang siapa yang menusuk dirinya sendiri, ia akan menusuk dirinya sendiri di neraka".(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Menurut Haiah Kibarul Ulama' bahwa Syariah Islam telah datang untuk melindungi lima hal penting dan melarang untuk melanggarnya, lima hal itu adalah: agama, kehormatan, harta benda, kehidupan, dan akal budi.
Orang-orang Islam dilarang untuk melanggar hal tersebut di atas terhadap orang-orang Islam yang berhak dilindungi. Orang-orang tersebut mempunyai hak-hak yang harus dilindungi berdasarkan pada syari'ah orang Islam, tidak diperbolehkan untuk melanggar hak setiap sesama muslim atau membunuhnya tanpa adanya sebab yang membolehkannya. Barang siapa melakukannya, maka ia telah melakukan dosa besar.
Rasulullah SAW bersabda: "Darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk disembah selain Allah dan bahwa aku adalah Rasulullah, adalah tidak diperkenankan (untuk ditumpahkan darahnya) kecuali berdasarkan pada tiga hal, balasan karena telah membunuh seorang (qishash), menghukum pezina (rajam), seseorang yang meninggalkan agamanya (murtad), meninggalkan al Jama'ah (HR.Bukhari dan Muslim).
Tidak hanya muslim, non muslim pun juga berhak mendapatkan perlindungan, mereka adalah: 1. Mereka (non muslim) yang mengadakan perjanjian, 2. Dzimmi, 3. Mereka (non muslim) yang mencari perlindungan dari kaum muslim.
Dengan demikian, maka apa yang terjadi yaitu peristiwa pemboman (bom bunuh diri) adalah sesuatu yang dilarang, yang Islam tidak menyetujui hal tersebut, hukumnya adalah haram berdasarkan pada beberapa hal:

  1. Kegiatan ini merupakan pelanggaran terhadap sucinya wilayah muslimin dan hal ini dapat menimbulkan ketakutan siapa saja yang dilindungi di dalamnya. 
  2. Kegiatan ini mengandung sifat membunuh orang-orang yang hidup, yang dilindungi syari'ah Islam.
  3. Kegiatan ini mengakibatkan kerusakan di bumi. 
  4. Kegiatan ini mengandung unsur perusakan, harta benda dan apa-apa yang dimiliki, dan hal itu dilarang.

Bila kita melihat dua pendapat di atas, pendapat ulama yang membolehkan aksi bom bunuh diri dalam situasi peperangan melawan orang kafir lebih kuat daripada yang mengharamkan, dengan pertimbangan bahwa ulama yang membolehkan mempunyai pemahaman fakta yang lebih jeli, dan dalil-dalilnya lebih sesuai untuk fakta yang dimaksudkan, yaitu dalam konteks perang seperti di Palestina. Inipun masih melihat pada motif pelaksanaan bom manusia itu sendiri. Kalau untuk menegakkan agama Allah maka boleh dan pelaku mati syahid tetapi bila tujuannya hanya murni bunuh diri karena ingin lepas dari segala kepenatan hidup maka hukumnya bunuh diri dan pelakunya berdosa.
Sementara dalam konteks Indonesia dan Negara-negara muslim lainnya dewasa ini, di saat Islam belum secara total direalisasikan, para tokoh gerakan Islam umumnya berpendapat, bahwa agenda utama yang mesti didahulukan saat ini adalah membina individu dan organisasi muslim serta membangun kekuatan umat pada semua lini. Hal ini senada dengan apa yang sudah menjadi keputusan Bahtsl Masail Pengurus Wilayah NU Jawa Timur di Pesma AI-Hikam Malang pada tahun 2006 yang menyatakan, bahwa tindakan kekerasan (teror) hampir bisa dipastikan menimbulkan korban nyawa dan harta di luar sasaran jihad, maka hal ini tidaklah tepat untuk diterapkan di Indonesia. Kita tidak diperkenankan memposisikan warga Negara non Muslim sebagai musuh yang boleh kita perangi, akan tetapi justru kita berkewajiban untuk mengupayakan mereka tetap merasa aman hidup berdampingan dengan kita. Artinya, belum tiba masanya bagi orang Islam sekarang ini untuk melakukan konfrontasi militer kecuali dalam kasus-kasus yang semua maklum seperti di Palestina. (Wallahu A'lam)

WANITA TIDAK MAU HAID


Pertanyaan     :
Assalamu'alaikum Wr Wb, Bapak Profesor yang saya hormati. Setelah berkembangnya zaman, dunia medis sekarang mempunyai obat yang bisa menahan keluarnya darah haid bagi perempuan, biasanya wanita memakai obat ini bertujuan agar dapat menunaikan ibadah haji dengan sempurna ataupun menjalankan ibadah puasa dengan sempurna. Lantas bagaimanakah hukum memakai obat tersebut menurut fiqih?
(Ayu Puspita : Mojokerto)


Jawaban          :
Wa'alaikumussalam Wr. Wb., Mbak Ayu yang hormati. Haid (menstruasi) adalah bagian dari kodrat perempuan dan ketentuan Allah SWT yang pasti ada manfaat dan hikmahnya bagi permpuan itu sendiri. Tentang detail manfaat dan hikmah  haid tentu menjadi wilayah kewenangan dan otoritas intelektual para dokter spesialis kandungan. Rasulullah SAW dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh al-Buklhariy dan Muslim menyatakan (yang maknanya): Ini (haid) merupakan ketentuan Allah SWT yang ditetapkan bagi anak-anak wanita Adam.
Terhadap perempuan yang sedang haid diberikan beberapa kemudahan dan perkecualian, yaitu: tidak usah mengerjakan shalat wajib dan tidak perlu mengqadla'nya (menggantinya); tidak boleh mengerjakan puasa tetapi harus mengqadla'nya. Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh al-Jama'ah (mayoritas ahli hadis) dari 'Aisyah RA, berkata (yang maknanya): Dahulu pada zaman Rasulullah, jika kami haid diperintahkan mengqadla' puasa, tetapi tidak diperintahkan mengqadla shalat. Perempuan yang sedang haid juga tidak boleh disetubuhi (al-Baqarah ayat 222), tidak boleh masuk dan diam di masjid (hadis riwayat Abu Dawud), tidak boleh membaca dan menyentuh/membawa mushaf al-Qur'an (hadis riwayat at-Turmudziy dan Ibnu Majah), tidak boleh diceraikan (surat at-Thalaq ayat 1 dan hadis riwayat al-Jama'ah kecuali al-Bukhariy) dan tidak boleh thawaf (hadis riwayat al-Bukhariy dan Muslim).
Zaman sekarang, dunia medis menawarkan obat untuk menahan keluarnya darah haid bagi perempuan, sehingga mereka dapat menunaikan ibadah haji dengan sempurna dan melaksanakan puasa Ramadan sebulan penuh tanpa harus mengqadla'nya. Dalam hal ini Syaikh Mar'i al-Maqdisiy, Syaikh Ibrahim bin Muhammad (keduanya ahli fiqih madzhab Hanbali) dan Syaikh Yusuf al-Qardlawiy (ahli fiqih kontemporer) berpendapat, bahwa perempuan yang mengkhawatirkan puasa atau hajinya tidak sempurna, maka dia boleh menggunakan obat untuk menunda haidnya. Alasan mereka adalah karena perempuan itu sulit mengqadla' puasanya atau menyempurnakan hajinya, sedangkan nas (dalil) untuk melarang penundaan haid itu tidak ada. Apalagi sampai saat ini tidak ada temuan medis, bahwa obat penundaan haid itu dapat menimbulkan bahaya bagi pemakainya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam sidang Komisi Fatwa tahun 1984 menetapkan, bahwa:
Penggunaan pil antihaid untuk kesempurnaan haji, hukumnya adalah mubah (boleh)
Penggunaan pil antihaid dengan maksud agar dapat menyempurnakan puasa Ramadan sebulan penuh, pada dasarnya makruh (tidak disukai). Tetapi bagi perempuan yang mengalami kesulitan untuk mengqadla' puasanya yang tertinggal di hari lain, maka hukumnya adalah mubah (boleh)Penggunaan pil antihaid selain dari dua ibadah tersebut di atas, tergantung pada niatnya. Apabila untuk perbuatan yang menjurus pada pelanggaran hukum agama maka hukumnya haram.
Ulama sepakat menyatakan , bahwa penundaan haid dengan menggunakan obat antihaid selain untuk ibadah haji dan puasa tidak dibenarkan. Demikan juga untuk shalat, karena shalat yang tertinggal selama haid tidak perlu diqadla'. Hal ini sesuai hadis 'Aisyah yang diriwayatkan oleh al-Jamaah menyatakan (yang maknanya): Dahulu pada zaman Rasulullah, jika kami haid diperintahkan mengqadla' puasa, tetapi tidak diperintahkan mengqadla shalat.
Mengenai perempuan yang tidak mau haid sama sekali, dengan cara minum obat antihaid atau cara apapun lainnya, menuruit saya, haram hukumnya dengan alasan:
Menyalahi fitrah dan kodrat diri sebagai perempuan yang berarti mengubah ciptaan Allah SWT secara permanen. Allah SWT mengecam keras upanya mengubah ciptaan secara permanen (berdasar makna surat an-Nisa 119): Dan aku (syetan) benar-benar akan menyesatkan mereka, akan membangkintkan angan-angan kosong pada mereka, akan menyuruh mereka (memotong telinga binatang ternak) lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah SWT) lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan syetan menjadi pelindung selain Allah SWT, maka sungguh menderita kerugian yang nyata.
Walaupun saya belum tahu apa sudah ada penelitian medis tentang bahaya perempuan yang menahan darah haidnya dalam waktu lama apa belum, tapi berdasar keyakinan , bahwa pelanggaran terhadap fitrah itu pasti berakibat negatif dan membahayakan diri, maka penundaan haid secara permanen pasti berbahaya bagi kesehatan perempuan yang bersangkutan. Oleh karena itu perbuatan ini pasti dilarang dalam Islam sesuai firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah 195 (yang maknanya): Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah SWT, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kehancuran. Berbuat baiklah, karena sungguh Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat baik. Demikian pula sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah (yang maknanya): Siapapun tidak boleh berbuat apapun yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Kesimpulan:
Haid adalah fitrah perempuan yang telah ditetapkan Allah SWT yang pasti ada manfaat dan hikmahnya.Perempuan yang sedang haid mendapat beberapa kemudahan dan perkecualian, yaitu: tidak usah mengerjakan shalat wajib dan tidak perlu mengqadla'nya (menggantinya); tidak boleh mengerjakan puasa tetapi harus mengqadla'nya; tidak boleh disetubuhi; tidak boleh masuk dan diam di masjid; tidak boleh membaca dan menyentuh/membawa mushaf al-Qur'an; tidak boleh diceraikan dan tidak boleh thawaf.Perempuan yang mengkhawatirkan puasa atau hajinya tidak sempurna, maka dia boleh menggunakan obat untuk menunda haidnya.
Ulama sepakat menyatakan , bahwa penundaan haid dengan menggunakan obat antihaid selain untuk ibadah haji dan puasa tidak dibenarkan.
Perempuan yang tidak mau haid sama sekali (penundaan haid secara permanen), dengan cara minum obat antihaid atau cara apapun, hukumnya haram karena menyalahi fitrah dan kodrat diri sebagai perempuan yang berarti mengubah ciptaan Allah SWT secara permanen. Pelanggaran terhadap fitrah itu pasti berakibat negatif dan membahayakan diri, maka pasti berbahaya bagi kesehatan perempuan yang bersangkutan. Wallaahu a'lam.

KUNJUNGI JUGA FACEBOOK KAMI:



HUKUM TAHLILAN DAN YASINAN



Pertanyaan
Apa hukum membaca tahlil dan Surat Yasiin, yang ditujukan bagi orang yang sudah wafat? Mohon dijawab, serius dan penting.

Jawaban
Membaca tahlil atau Surat Yasin sejatinya adalah berzikir; zikir yang bertujuan mendoakan keluarga yang telah wafat. Hal itu bisa dilakukan secara individual maupun berjamaah. Jika dilakukan secara individual, maka kita bisa melakukannya kapan saja dan di mana saja. Jika dilakukan secara berjamaah, tentu harus berkumpul di tempat khusus. Zikir yang dilakukan secara bersama-sama, merupakan ibadah yang dianjurkan oleh Islam. Rasulullah SAW bersabda:
لاَيَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ عَزَّوَجَلَّ إِلاَّحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)
Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berzikir kepada Allah Swt, kecuali mereka akan dikelilingi oleh para malaikat. Allah Swt. akan melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati, dan Allah akan memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim)
Imam as-Syafi’i ra. menyatakan: “Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, bahkan juga memerintahkan kepada Rasul-Nya. Apabila Allah Swt. memperkenankan umat Islam mendoakan saudaranya yang masih hidup, tentu diperbolehkan juga mendoakan saudaranya yang telah wafat. Dan barokah doa tersebut Insya Allah akan sampai kepada yang didoakan. Sebagaimana Allah Swt. Maha Kuasa memberi pahala kepada orang yang hidup, Allah Swt. juga Maha Kuasa memberi manfaat doa kepada mayit.” (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi’i, Juz I, hal. 430)
Dalam hadits riwayat Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda:
ما من ميت تصلي عليه أمة من المسلمين يبلغون مائة يشفعون له إلا شفعو فيه (صحيح مسلم)
Mayyit yang dishalati oleh seratus orang Muslimin sambil (berdoa) memintakan ampun baginya, tentu permohonan mereka akan diterima. (HR. Muslim, 1576)
                Mendoakan keluarga, khususnya kedua orang tua yang sudah wafat, merupakan anjuran agama. Karena orang yang sudah wafat tidak bisa lagi berbuat kebajikan. Yang bisa ia harapkan hanya 3 hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendoakan atau bersedekah untuknya (al-hadits). Jika ilmu dan harta tidak punya, maka doa anak-cuculah yang selalu ditunggu oleh ahli kubur (kita semua calon ahli kubur, lhoo…).
Kita diajurkan selalu mendoakan leluhur kita, yang wafatnya bukan disebabkan mati syahid, karena mereka pasti akan menghadapi ujian berat di alam kubur. Hal ini ditegaskan oleh banyak hadits Nabi SAW (akan dijelaskan di belakang). Sedangkan orang yang mati syahid, mereka sudah “cukup” dengan kesyahidannya. Pernah seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, kenapa hanya orang mati syahid yang terbebas dari ujian kubur? Rasulullah SAW menjawab:
كفى ببارقة السيوف على رأسه فتنة
Cukuplah ujian orang yang mati syahid itu ketika ia menghadapi kilatan pedang (ujiannya saat berperang).
                Sedangkan bagi orang kebanyakan yang tidak mati syahid, maka ujian dan siksa kubur akan selalu menunggu. Sehingga wajar bila kita selalu mendoakan mereka, baik lewat tahlil atau bacaan Surat Yasin, agar mereka bisa menghadapi ujian di alam kubur dengan baik.

Hakikat Tahlil dan Yasiin
Secara bahasa, tahlil artinya membaca la ilaha illalLah. Istilah sudah menjadi dialek orang Arab yang kemudian diindonesiakan. Karena itu, di Indonesia, istilah tahlil digunakan untuk menunjukkan aktivitas doa yang di dalamnya memuat bacaan la ilaha illalLah, yang ditujukan untuk orang yang sudah wafat. Dari sini dapat dipahami, bahwa di dalam tahlil pasti terdapat bacaan la ilaha illalLah dan zikir-zikir yang lain, termasuk ayat-ayat al-Qur’an.
Tahlil yang biasa dibaca oleh kaum Muslimin di Indonesia, khususnya kaum Nahdliyyin, merupakan kumpulan doa yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an, mulai dari Surat Al-Fatihah, permulaan Surat al-Baqarah, hingga tiga surat terakhir (Al-Ikhlas, al-Falaaq, dan an-Naas). Banyak sekali riwayat hadits yang menunjukkan keutamaan bacaan-bacaan tersebut, yang tentu saja tidak cukup diurai satu per-satu di sini.
Dari sini dapat ditarik benang merah, bahwa redaksi tahlil tidak harus sama. Tidak ada tahlil tunggal yang harus diikuti oleh semua orang. Setiap doa yang ditujukan untuk orang yang sudah wafat, yang di dalamnya memuat la ilaha illalLah, semua itu hakikatnya adalah tahlil. Maka, di setiap daerah, bacaan tahlil itu tidak sama persis. Sebab, tujuan utama tahlil bukan lafadznya, bukan redaksinya, melainkan doanya dan kandungan isinya.
Mengenai pembacaan Surat Yasin, hal itu juga merupakan ibadah dan doa yang sangat dianjurkan. Diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ويس قلب القرأن لايقرؤها رجلٌ يريد الله تبارك وتعالى والدار الاخرة إلا غفرله, واقرؤها على موتاكم (مسندأحمد بن حنبل)
Surat Yasin adalah jantung Al-Qur’an. Tidaklah seseorang membacanya dengan mengharap ridla Allah Swt, kecuali Allah Swt. akan mengampuni dosa-dosanya. Maka bacalah Surta Yasin atas orang-orang yang telah meninggal di antara kamu sekalian. (Musnad Ahmad ibn Hanbal, 1941)

Pembagian Waktu
Mengenai waktu untuk mendoakan, sebenarnya boleh dilakukan kapan saja dan di mana, baik dilakukan secara individual maupun bersama-sama. Sebab, seperti telah ditegaskan di muka, orang yang sudah wafat itu mendapat ujian berat selama berada di alam kubur, menunggu hari kiamat tiba. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, saat terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, beliau memimpin shalat gerhana. Dan ketika sedang berkhutbah, beliau mengingatkan tentang beratnya ujian bagi orang yang sudah wafat:
إن الناس يفتنون في قبورهم كفتنة الدجال. قالت عائشة وكنا نسمعه بعد ذلك يتعوذ من عذاب القبر
Sesungguhnya manusia itu diuji di dalam kuburan mereka, seperti ujian Dajjal. Siti Aisyah menyatakan: Setelah itu kami mendengar beliau (Nabi) memohon perlindungan dari siksa kubur. (As-Sunan al-Kubra li an-Nasa’i, 1/572. Lihat juga Tahdzib al-Atsar 2/591 dan Shahih Ibnu Hibban 7/81).
Menurut Syeikh al-Albani, hadits riwayat an-Nasa’i ini adalah hadits shahih, sehingga bisa dijadikan sandaran hukum.
Mengenai pilihan 7 hari, 40 hari, atau 100 hari untuk melakukan doa bersama, hal itu karena mengikuti kebiasan para sahabat dan ulama salafus shaleh. Imam Ahmad bin Hambal ra. menyatakan dalam kitab az-Zuhd, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi dan ad-Durr al-Mantsur:
حدثنا هاشم  بن القاسم قال حدثنا الاشجعي عن سفيان قال: قال طاوس إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم  تلك الآيام
Hasyim bin Al-Qasim meriwayatkan kepada kami: Al-Asyja’i meriwayatkan kepada kami dari Sufyan: Imam Thawus berkata : “Orang-orang yang meninggal dunia itu mendapat ujian berat selama 7 hari di dalam kubur mereka. Maka kemudian para ulama salaf menganjurkan bersedekah makanan untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itu.” (Al-Hawi li al-Fatawi, juz II, hal. 178 dan ad-Durr al-Mantsur 5/38)
Imam Ibnu Jarir at-Thabari mempertegas maksud hadits di atas sbb:
وأخرج ابن جرير في مصنفه عن الحارث بن أبي الحرث عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان : مؤمن ومنافق فأما المؤمن فيفتن سبعا, وأما المنافق فيقتن أربعين صباحا
Ibnu Jarir meriwayatkan dalam Mushannafnya, dari Ibnu Abi al-Harts, dari Ubaid ibn Umair, ia berkata: Yang diuji (di dalam kubur) adalah dua orang, yakni orang mukmin dan munafik. Orang mukmin diuji selama 7 hari, dan orang munafik diuji selama 40 hari (ad-Durr al-Mantsur, 5/38).

Imam Suyuthi menandaskan bahwa: “Tradisi bersedekah selama 7 hari merupakan kebiasaan yang telah berlaku hingga sekarang (zaman Imam Suyuthi) di Mekah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Saw. sampai sekarang. Dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa sahabat Nabi Saw)”.
Telah kita maklumi, kaum Muslimin yang mengadakan tahlil atau Yasinan, juga bersedekah dengan memberikan hidangan kepada para undangan. Pahala sedekah tersebut ditujukan untuk keluarga mereka yang sudah wafat.
Sedangkan istilah “haul” (peringatan satu tahunan setelah kematian) diambil dari sebuah ungkapan yang berasal dari hadist Nabi Saw. dari al-Waqidi:
كان النبي ص.م يزور الشهداء باحد فى كل حول, واذا بلغ الشعب رفع صوته  فيقول :سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار ثم ابو بكر رضي الله عنه كل حول يفعل مثل ذلك ثم عمربن الخطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهما (اخرخه البيهقي)
Rasulullah saw. setiap haul (setahun sekali) berziarah ke makam para syuhada’ Perang Uhud (tahun ke 3 H.). Ketika Nabi saw. sampai di suatu tempat bernama Syi’b, beliau berseru: Semoga keselamatan tercurahkan bagi kalian atas kesabaran kalian (para syudaha’). Alangkah baiknya tempat kembali kalian di akhirat.” Kemudian Abu Bakar juga melakukan seperti itu. Demikian juga Umar bin Khatthab ra. dan Utsman bin Affan ra. (H.R. Baihaqi)

Kesimpulan
Dari sedikit uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca tahlil, Yasiin, atau doa apa saja bagi orang yang sudah wafat, hukumnya adalah sunnah (anjuran agama). Doa-doa tersebut telah menjadi tradisi secara turun-temurun sejak masa Shahabat hingga sekarang. Doanya tidak wajib sama, asalkan esensinya sama.
Karena hukumnya “hanya” sunnah, maka tidak melakukan tahlil atau Yasinan tidak apa-apa, tidak berdosa. Tapi bertahlil dan Yasinan, tentu lebih baik. Apalagi ditujukan untuk mendoakan para leluhur kita. Sebab, dulu mereka telah merawat, membesarkan, dan mendidik kita. Kini, setelah mereka wafat, sudah selayaknya kita mendoakan mereka.
Mengenai tuduhan SEBAGIAN kalangan bahwa tahlil dan Yasinan tidak punya dasar dalam syariat, itu hanyalah perbedaan pendapat yang sangat wajar terjadi dalam masalah-masalah furu’iyyah (hukum-hukum cabang dalam syariat). Tidak perlu dipermasalahkan. Yang mau tahlilan dipersilahkan, yang tidak mau tidak apa-apa. Wong, manfaat atau mudlaratnya kembali pada diri kita masing-masing. Tapi kami yakin, kita semua pada dasarnya ingin didoakan oleh keturunan kita, saat kita telah berada di alam kubur kelak.
Harapan kami, kalangan yang “anti tahlil dan Yasinan” itu tidak perlu menuduh bid’ah, kufur, apalagi syirik kepada umat Islam yang suka tahlilan. Sebab, dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa tuduhan kufur kepada sesama Muslim, jika tidak benar, maka akibatnya akan menimpa pihak penuduh sebelum ia wafat. Wal-‘iyadzu bilLaah.

KUNJUNGI JUGA FACEBOOK KAMI: