Waria (Banci) dalam syariat Islam
Posted on September 19, 2011 by Ibnu Dzulkifli As-Samarindy
PENGERTIAN WARIA (Al-Mukhonats )
Waria (dari wanita-pria) atau wadam (dari hawa-adam) dalam pengertian istilah umum diartikan sebagai laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari. (Wikipedia)
Adapun dalam bahasa Arab, Waria dikenal dengan Al-Mukhonats
(selanjutnya istilah ini yang akan kita gunakan untuk waria,
wadam,bencong,banci) dan secara Istilah Syariat, didefinisikan oleh
Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullahu sebagai laki-laki yang
menyerupai wanita dalam gerakan, gaya bicara dan sebagainya. Apabila
hal tersebut merupakan asli dari penciptaan dia (dari lahir. Pent) maka
dia tidak bisa disalahkan dan dia diharuskan menghilangkan hal tersebut.
Dan apabila hal tersebut merupakan sesuatu yang datang dari
keinginannya dan dia berusaha untuk bisa seperti itu maka hal tersebut
merupakan sesuatu yang tercela dan dengan itu ditetapkanlah nama Al-Mukhonats (Waria) untuknya baik dia melakukan perbuatan kotor (Homoseksual) ataupun tidak. (Fathul Bari’, 9/334 Secara makna)
Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu mengatakan : ” Ulama
mengatakan : Al-Mukhonats ada dua jenis, Jenis pertama adalah yang
golongan yang diciptakan dalam keaadaan seperti itu, dan dia tidak
memberat-beratkan dirinya ( baca . berusaha) untuk berakhlaq dengan
akhlaq wanita, berhias, bicara dan bergerak seperti gerakan wanita.
Bahkan hal tersebut merupakan kodrat yang Allah ciptakan atasnya, maka
yang seperti ini tidak ada ejekan, celaan, dosa dan hukuman baginya
karena sesungguhnya dia diberi udzur karena dia tidak membuat-buat hal
tersebut. Jenis kedua dari Al-Mukhonats yaitu yang kodratnya tidak
seperti itu, bahkan dia berusaha berakhlak, bergerak, bertabiat dan
berbicara seperti wanita dan juga berhias dengan cara wanita berhias.
Maka ini adalah tercela yang telah datang hadits yang shohih tentang
laknat (terhadapnya)” (Syarh Shohih Muslim (7/317) secara ringkas)
Dan sebagaimana dikatakan imam An-Nawawi bahwa lafadz Al- Mukhonats dilekatkan pada mereka , baik mereka melakukan perbuatan kotor (homoseksual) atau tidak, adapun pelaku homoseksual (liwath) dalam bahasa arab disebut dengan Luthi,yaitu dinisbahkan kepada perbuatan kaum nabi Luth alaihi salam yang memulai perbuatan menjijikkan itu untuk pertama kali. Begitu juga harus dibedakan antara Al-Mukhonats dengan Khuntsa, Khuntsa
adalah insan yang memiliki dua alat kelamin ganda yang berbeda jenis,
terkadang sejak lahir dan terkadang lahir dalam keadaan memiliki satu
alat kelamin kemudian tumbuh yang kedua.
Jadi harus diketahui bahwa tidak setiap luthi (Homoseks) itu adalah Al-Mukhonats (Waria)
karena sangat banyak sekali diantara mereka yang secara fisik seperti
laki-laki normal yang gagah dan jantan akan tetapi ternyata seorang
homoseksual, begitu juga sebaliknya kita tidak boleh mengatakan bahwa
seluruh Al-Mukhonats adalah pelaku homoseks, karena untuk
menuduh seseorang sebagai pelaku perbuatan tersebut dibutuhkan
persaksian yang jelas. Adapun khuntsa insya Allah kita bahas di catatan-catatan berikutnya.
Kembali ke pembahasan Al-Mukhonats, dari penjelasan ulama diatas diketahui bahwa Al-Mukhonats ada dua jenis :
Pertama :
Kodratnya sejak lahir, seperti memiliki postur tubuh yang menyerupai
wanita, lisan yang apabila berbicara menyerupai wanita dan lainnya.
Kedua : Dilahirkan dengan normal seperti laki-laki kemudian berusaha untuk berbicara, bergerak, bertabiat dan berhias seperti wanita.
Hukum keduanya ini pun akan
berbeda, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Jenis pertama
tidak mendapat cela,ejekan, dosa dan hukuman karena ini adalah sesuatu
yang merupakan kodratnya dari lahir dan wajib bagi dia untuk berusaha
merubahnya semampu dia walaupun secara bertahap. Apabila dia tidak
berusaha merubahnya bahkan senang dengannya maka dia berdosa, ditambah
lagi apabila dia malah mengikuti kekurangan fisik tersebut dengan
memakai pakaian wanita, berhias dengan hiasan wanita yang tidak terkait
kodrat fisiknya maka dia sudah masuk ke jenis kedua.
Berkata Al-Hafidz : “Dan
adapun tercelanya menyerupai cara bicara dan cara berjalan (wanita)
adalah dikhususkan bagi yang bersengaja untuk melakukannya . Adapun yang
keadaan itu merupakan asal penciptaannya (sejak lahir) maka dia
diperintahkan berusaha untuk meninggalkannya dan menghilangkannya secara
bertahap dan apabila dia tidak melakukannya dan berpaling dari usaha
tersebut maka dia tercela apalagi tampak darinya apa yang menunjukkan
bahwa dia ridho dengan keadaan seperti itu (Fathul bari’ , 10/332)
Beliau juga berkata terkait pendapat Al-Imam An- Nawawi : “Dan
adapun pendapat yang memutlakkan seperti An-Nawawi yang berpendapat
bahwa Al-Mukhonats yang berasal dari kodrat (penciptaanya) tidak bisa
ditimpakan kepadanya kesalahan maka pendapat ini dibawa kepada keadaan
apabila dia tidak mampu untuk meninggalkan gaya wanita dan kekurangan
pada gaya berjalan dan berbicaranya itu setelah dia berusaha untuk
melakukan terapi pengobatan untuk meninggalkannya dan adapun apabila
kapan saja dia mampu untuk meninggalkan hal itu walau bertahap kemudian
dia meninggalkan usaha tersebut maka hal itu adalah dosa (kesalahan) (Fathul Bari’ , 10/332)
ANCAMAN DAN DOSA UNTUK Al-Mukhonats
Dan bagi Al-Mukhonats jenis kedua dan juga Al-Mukhonats
jenis pertama yang kemudian digolongkan seperti jenis kedua karena
tidak ada usaha merubahnya dan bahkan ridho dengannya maka termasuk
dalam ancaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam :
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma , beliau berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَالْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْالنِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Artinya : “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 5885)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu dia berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَالرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَالرَّجُلِ
Artinya :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai
pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Abu Daud No. 4098)
Dan makna laknat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam terhadap satu golongan adalah doa beliau agar golongan tersebut ditolak dan dijauhkan dari Rahmat Allah Subhana Wa Ta’ala (Al-Qoulul Mufied,1/427)
Dan rahmat Allah mencakup
ampunan, hidayah, taufiq, rezeki, kesehatan dan lain-lain. Kita
berlindung kepada Allah dari segala sebab yang menjauhkan rahmatnya.
HUKUMAN UNTUK Al-Mukhonats
Adapun hukuman bagi Al-Mukhonats adalah sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam dalam hadits Abu Hurairoh Rhadiyallahu ‘anhu :
أنالنبي صلى الله عليه وسلم، أُتي بمخنث، قد خضب يديه ورجليه بالحناء، فقالالنبي صلى الله عليه وسلم: ما بال هذا؟ فقيل: يا رسول الله يتشبه بالنساء،فأمر فنفي إلى النقيع، فقالوا: يا رسول الله ألا نقتله؟ فقال: إني نهيت عنقتل المصلين
“Sesungguhnya didatangkan
kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam seorang Al-Mukhonats, dan
dia telah mewarnai tangan dan kakinya dengan hina’ (Pewarna alami untuk
kuku,rambut atau kulit. Pent). Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassallam berkata ; “Ada apa dengan orang ini ??” maka diakatakan pada
beliau, Wahai Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam dia menyerupai
wanita. Maka beliau memerintahkan (hukuman) dan kemudian orang tersebut
diasingkan ke An-Naqie’. Maka para sahabat berkata : ” Wahai Rasulullah ,
Apakah tidak kita bunuh ??? maka beliau menjawab, ” Sesungguhnya aku
dilarang untuk membunuh orang-orang yang sholat” (HR. Abu Dawud No. 4928 Dishohihkan oleh Al-Albani Rahimahullahu)
Dan An-Naqie’ adalah tempat sejauh perjalanan dua malam dari Kota Madinah (Aunul Ma’bud, Syarah Sunan Abi Dawud 13/276)
Berkata Ibnu Taimiyah : “Dan
harus diyakini bahwa pengasingan tersebut mendatangkan kebaikan yang
dituju, yaitu menjauhkan masyarakat dari kejelekannya, adapun apabila
kita dapati diasingkannya dia ke suatu tempat malah menimbulkan masalah
baru bagi manusia , maka cukuplah orang tersebut dikurung di satu tempat
yang tidak ada orang lain di sana”
Beliau juga berkata: “Dan
apabila ditakutkan dia keluar, maka dia diikat, karena sesungguhnya
itulah makna pengasingannya dan dikeluarkannya dia dari manusia” (Majmu’ Al-Fatawa , 15/310)
Beliau juga menukil : “Dan
termasuk dari hukuman yang datang sunnah dengannya dan juga Ahmad dan
As-Syafi’I berpendapat dengannya adalah pengasingan Al-Mukhonats ” (Fatawa Kubro, 5/530)
Dan diadiasingkan atau dikurung sampai dia bertaubat, berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullahu :
“Dan pengasingan mutlak seperti pengasingan Al-Mukhonats , maka dia diasingkan sampai dia bertaubat” (Minhajus Sunnah , 6/235)
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullahu : “Dan termasuk dari siasat syar’I yang dinashkan (dilafadzkan) oleh Al-Imam Ahmad Rahimahullahu , beliau berkata dalam riwayat Al-Marwazi dan Ibnu Manshur : “Al-Mukhonats
diasingkan dan dijauhi, karena sesungguhnya tidak timbul darinya
kecuali kerusakan . Dan bagi Imam (pemimpin) untuk mengasingkannya ke
negeri yang aman dari kerusakkan penduduknya, dan apabila ditakutkan
sesuatu menimpanya maka (cukup) dikurung” (Bada’iul Fawaid, 3/694)
Imam Bukhori Rahimahullahu
pun membuat Bab dalam kitab As-Shohihnya : Bab : Diasingkannya pelaku
maksiat dan para waria. Kemudian beliau membawakan hadits Ibnu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma :
لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى
الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ
مِنَ النِّسَاءِ ، وَقَالَ « أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ » .
وَأَخْرَجَ فُلاَنًا ، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا
Artinya : Nabi shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki
dan beliau berkata : “keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian” dan
beliau Shalallahu ‘alaihi wassallam mengeluarkan fulan dari rumah beliau
dan umar mengeluarkan fulan . (HR. Bukhori No. 6834)
HUKUM-HUKUM YANG TERKAIT DENGAN Al-Mukhonats
Hukum masuknya Al-Mukhonats kepada para wanita
Al-Mukhonats yang
memiliki ketertarikan pada wanita, maka tidak ada perbedaan pendapat di
kalangan ulama tentang haramnya dia masuk kepada wanita dan memandang
kepada mereka.
Adapun Al-Mukhonats yang berasal dari kodratnya dan tidak memiliki ketertarikan pada wanita maka ada dua pendapat :
Pertama : Al-Malikiyah, Al-Hanabilah, dan sebagian Al-Hanifiyah memberi keringanan kepada Al-Mukhonats
jenis ini untuk berada bersama wanita dan bolehnya dia memandang
wanita. Berdalil pengecualian tentang golongan yang boleh memandang
kepada wanita dalam Firman Allah :
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
Artinya : ” “Atau laki-laki yang mengikuti kalian yang tidak punya syahwat terhadap wanita.” (QS. An-Nur: 31)
Pendapat kedua : As-Syafi’iyah dan kebanyakkan Al-Hanafiyah berpendapat bahwa Al-Mukhonats
yang tidak memiliki ketertarikan pada wanita tidak boleh masuk kepada
wanita dan memandang kepada mereka. Berdalil dengan hadits Ummu salamh Rhadiyallahu ‘anha:
أنالنبي صلى الله عليه وسلم دخل عليها وعندها مخنث وهو يقول لعبد الله أخيهاإن يفتح الله الطائف غدا دللتك على امرأة تقبل بأربع وتدبر بثمان فقالالنبي صلى الله عليه وسلم أخرجوهم من بيوتكم
Artinya : Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassallam masuk ke rumahku sementara di sisiku ada
seorang mukhannats. Aku mendengar mukhannats itu berkata kepada Abdullah
bin Abi Umayyah (saudara laki-laki Ummu Salamah, pen.): “Wahai
Abdullah! Jika besok Allah membukakan/ memenangkan Thaif untuk kalian,
maka hendaklah engkau berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan
putri Ghailan, karena dia menghadap dengan empat dan membelakangi dengan
delapan”. Ucapannya yang demikian didengar oleh Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassallam , maka beliau pun menetapkan:“Mereka (mukhannats) itu
sama sekali tidak boleh masuk menemui kalian lagi.” (HR. Al-Bukhari no. 4324 dan Muslim no. 21807)
Makna kalimat : “ menghadap dengan empat dan membelakangi dengan delapan
” ini adalah penyifatan fisik wanita yang disukai pada saat itu yaitu
lekukan itu sampai ke pinggangnya, pada masing-masing sisi (pinggang)
empat sehingga dari belakang terlihat seperti delapan.
Dan pendapat yang kedua lebih kuat, silahkan lihat pembahasan lebih rinci disini.
Wanita menikah dengan Al-Mukhonats
Tidak boleh seorang wanita menikah dengan Al-Mukhonats sampai dia bertaubat, apalagi Al-Mukhonats
tersebut seorang pelaku homoseksual. Karena tergabung padanya dua
laknat , laknat pelaku homoseksual dan laknat karena dia menyerupai
wanita. (lihat Majmu’ Al-fatawa 15/321)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam bersabda :
عَنَ اللهُ من عمِلَ عَمَلَ قومِ لُوطٍ ،لعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قوْمِ لوطٍ ، لعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قومِ لوطٍ
Artinya : ‘Allah melaknat
orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang
melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan
perbuatan kaum Luth’” (HR Ahmad dan selainnya dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma, As-Shohihah No. 3462).
Dan juga dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma , beliau berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَالْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْالنِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari No. 5885)
Sholat dibelakang Al-Mukhonats
Berkata Az-Zubaidi, berkata Az-Zuhri : “Kami
tidak berpendapat bolehnya sholat dibelakang (menjadi ma’mum)
Al-Mukhonats kecuali dalam perkara darurat yang tidak bisa dihindari” (Bukhori No. 659)
Salam kepada Al-Mukhonats
Berkata Abu Dawud Rahimahullahu : Aku bertanya kepada Imam Ahmad Rahimahullahu : ” Apakah boleh (aku) mengucapkan salam kepada Al-Mukhonats ??” beliau menjawab ? : “Aku tidak tahu, As-Salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah Azza wa jalla”
Berkata Ibnu Taimiyah : “Maka sungguh beliau telah Tawaqquf (tidak memberi keputusan) dalam perkara salam terhadap Al-Mukhonats “ (Al-Mustadrok ala Majmu’ul Fatawa, 3/211)
Menjadikan Al-Mukhonats pemimpin
Berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullahu : “Maka
yang mengagungkan Al-Mukhonats dari kalangan laki-laki dan menjadikan
untuk mereka kepemimpinan dan memegang urusan maka hal tersebut adalah
haram.” (Al-Istiqomah, 1/321)
Persaksian Al-Mukhonats
Dan juga dinukil dari pendapat madzhab Al-Hanafiyah yaitu tidak diterimanya persaksian Al-Mukhonats karena termasuk dari orang fasiq (Al-Bahru Ro’iq, Hafidzuddin An-Nasafi 7/84)
Wallahu A’lam
Sumber Catatan :
1. Majmu Al-fatawa
2. Fathul Bari’
3. Syarh Shohih Muslim
4. dan Kitab-kitab lainnya yang bersumber dari maktabh Syamilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar